Sahabat HW
Hari ini adalah hari rabu. Matahari tengah condong kea rah barat, menandakan hari mulai sore. Langit terlihat agak kelam, awan- awan hitam mendung banyak bergerombol seakan menghalangi sinar cerah sang mentari menghampiri bumi. Yah, mungkin sesuai dengan suasana hatiku sekarang.
Agak memalukan, tapi kuakui aku sedang menangis. Harusnya wajar kan, toh aku masih santri kelas tujuh sudah memasuki semester ganjil. Akhir-akhir ini banyak sekali masalah yang menimpa. Ujian tengah semester saja sudah didepan mata. Duh, hanya memikirkannya, sudah membuatku mual. Parahnya lagi, semua itu jadi pengingatku pada keluargaku di rumah. Ya allah….. hancur semua tembok pertahanan yang telah kubangun sejak awal. “ sshh…. Sudah jangan menangis” hibur seseorang disampingku.
Dia adalah sahabatku. Namanya adalah Zahra, tapi lebih akrab dipanggil zara. Kalau diingat-ingat, pertama kali kami bertemu, adalah ketika diadakan kegiatan ekskul wajib hizbul wathan yang pertama kali untuk angkatanku. Waktu itu, zara belum pindah sekolah ke pondok kami. Ia sedang mengunjungi kakak sepupu, yang kebetulan adalah salah satu pengurus HW. Zara membantu persiapan kegiatan HW dengan membagikan beberapa bendera simapore kepada para Pembina dan setiap peserta
Saat itulah, kami bersitatap dan konyol sekali, dalam sepersekian detik tersebut aku merasa dia dapat menerawang isi hatiku. Zara kemudian menyunggingkan senyum manis, dengan tatapannya yang seakan berkata ‘semangat’ kepadaku. Sebenarnya dari dulu aku tidak menyukai kegiatan HW. Tapi apakah aku kelihatan selesu itu sampai dia bisa dapat membaca perasaanku? Uh, mungkin aku hanya berkhayal saja karena kebanyakan membaca novel fantasi.
Lama termenung, aku pun tidak menyadari kehadiran orang-orang di sekeliling. Tiba-tiba, kurasakan seseorang menubrukku dari belakang. “aw!” aku meringis menahan rasa nyeri yang menjalari bahu. Ternyata yang menabrakku tadi adalah kakak sepupu zara, kak nirmala. Tapi alih-alih minta maaf kepada adik kelas yang dicelakainya, ia malah menyapa zara terlebih dahulu . “ hai ra. Assalamualaikum….. sedang apa kamu, sore begini malah duduk-duduk disini?” sapanya ramah dengan senyuman dewasa yang terkembang.
“eh waalaikumussalam warahmatullah. Aku duduk disini buat nemenin temenku, kok kak “ zara tergagap. Kak mala — begitu panggilan zara kepadanya, kemudian melirik sekilas ke arahku, tapi dengan cepat pula ia memalingkan muka acuh tak acuh. “oh iya zara nanti tolong sampaikan ke santri-santri madrasah tsanawiyah lain, kalau habis asar ini ada kegiatan HW. Aku pergi dulu ya, syukron. Assalamualikum!” lanjut kak mala sambil terburu-buru berlalu dari hadapan kami. “ waalaikumusalam”
Huh! Mentang-mentang kak mala adalah salah satu senior paling popular se-pesantren, dia bisa memperlakukan adik kelas seenakny sendiri ! aku merasa sangat kesal. Zara mengeratkan genggamannya pada tanganku, seakan untuk meredakan gejolak emosi dalam diriku. “uh, maafkan kak mala untuk yang tadi, mungkin kakak tidak sengaja. Dan, aku tahu dari dulu kalau kamu kurang menyukai kegiatan HW. Tapi, ayo jalani saja sore ini bersamaku dengan semangat, oke?” pintanya lirih. Aku tersenyum kecil, namun tetap mengiyakan. Diam-diam, aku merasa sangat beruntung memiliki sahabat yang pengertian, seperti zara. Huft…….semangat, diriku!
————-
Selepas sholat maghrib, aku dan zara kembali duduk-duduk di bangku depan kelas, sembarimemperhatikan jammah santri lain yang berkerumun di tangga masjid. Sekarang seharusnya adalah jadwal kelas kami untuk halaqoh, tapi karena ustadzah berhalangan hadir, jadi kami memiliki free time. Zara tengah memanfatkan waktunya untuk murojaah hafalan alquran, sementara aku hanya termenung. Energiku banyak terkuras oleh kegiatan HW sore tadi, yang dipenuhi hiruk-pikuk santri angkatan kami saking antusiasnya!
“ assalamualaikum…. Hai ketemu lagi. Bagaiman perasaanmu sekarang , azalea? Baikan ? ah, zara juga. Kamu rajin seperti biasa ya…” kak mala yang kebetulan sedang lewat,menyapa kami. Aku mengernyitkan dahi. Curiga, kalau-kalau si kakak ini hanya sok pencitraan saja didepan ku. Biasanya kan hanya zara yang disapa ? dan darimana pula dia tahu namaku?
“Waalaikumusalam……” jawabku dan zara bersamaan.”iya, perasaanku sudah lumayan membaik. Terimakasih, kak” ujarku lagi. Kak mala hanya mengangguk dan tersenyum simpul. “Bolehkah aku bergabung dengan kalian?” Tanya kak Mala, tak mempedulikan bisik-bisk santri sekitar yang menatap kami berdua sinis. Uh, aku jadi takut kalau sehabis ini banyak yang membenci kami hanya karena kami berkesempatan mengobrol dengan sang primadona. “Uh, oke…” Aku dengan ragu mengiyakan.
Kak Mala pun ikut duduk disampingku. Eh, kalau dilihat-lihat… Kak Mala terlihat sembab. Ah masa sih… Kak Mala habis menangis? Aku tidak mengerti.
“Hei, kamu yakin benar mau menyerah begitu saja?” Kak Mala menyergah. Aku mengunci rapat-rapat mulutku, tak menjawab. Bahkan, untuk menjawab pertanyaan tadi saja, batinku masih ragu. Zara yang sejak tadi hanya menyimak, tiba-tiba mulai melantunkan sebuah lagu. Bibir yang senantiasa ia basahi dengan lantunan indah kalam Allah itu, kini menggumamkan melodi yang menyejukkan hati setiap orang yang mendengarkannya.
“Datang suatu masa
Kita ditemukan…”
Aku lantas terdiam seribu bahasa. Lagu itu… adalah lagu yang kami nyanyikan bersama saat kegiatan Hizbul Wathan tadi sore. Kurasakan degub jantungku berpacu semakin cepat, seakan juga memacu otakku untuk berpikir lebih keras. Batinku mulai bertanya-tanya. Ah, apa aku akan benar-benar menyerah? Bukannya disini, aku telah dipertemukan dengan seorang sahabat oleh takdir? Apa aku akan menganggap semua perjuangan serta kenangan kami bersama disini, hanya sebagai angin lalu? Hingga aku sebegitu teganya untuk meninggalkan sahabat yang sudah setia menemaniku dalam suka maupun dukaku? Yakinkah aku pasti akan menemukan penggantinya di luar sana?
“Dilatih bersama dalam kebaikan”
“Hah, aku dulu juga pernah merasakan jadi di posisi kalian,” potong Kak Mala cepat, “tapi… coba put yourself in her shoes.” Gumamnya lagi, sedikit gusar. Baru kali ini, Kak Mala yang biasanya riang, terlihat lelah. Sekejap, aku hamper tidak mempercayai pandangan mataku. Baru kusadari, ternyata dalam paras wajah cantik yang biasa ditonjolkan Kak Mala, terdapat kerut-kerut halus serta kantong mata sayu yang belum pernah kulihat jelas sebelumnya. Ah… dibalik keriangan dan kepopuleran sang idola, terdapat pula sisi lemahnya. Aku jadi merasa kasihan. Tunggu dulu! Samar-samar, aku ingat pepatah Inggris yang tadi diucapkan Kak Mala. Pepatah itu pernah dibacakan oleh kakakku, sewaktu dia menukilnya dari sebuah buku. Nyaris aku lupa caranya bernapas saat kuingat apa makna dibaliknya.
Pernahkah aku memikirkan perasaan orang lain melalui cara pandang mereka? Pernahkah aku memikirkan bagaimana kerasnya perjuangan para ustadz-ustadzah, kakak-kakak pengurus, serta para senior dalam mendidik, melatih kami? Dan bukankah yang selalu mereka ajarkan adalah kebaikan? Bahkan, sebuah pondok pesantren yang dibangun juga alasan pastinya untuk kebaikan? Bukankah merupakan suatu kebaikan yang besar pula, jika orangtua kita sudah susah-susah memilih untuk menyekolahkan kita disini? Aku percaya, tidak ada orangtua yang akan tega menjerumuskan anaknya sendiri kedalam keburukan. Kita semua ada disini… adalah demi kebaikan. Jadi, beginikah caraku membalas budi atas semua kebaikan mereka, dengan menyerah?
“Kini diriku menjadi dewasa
Bersama dirimu
Bersiaplah kawan…”
…kupikir, aku belum cukup dewasa. Tapi kita semua kan, memang sedang melewati proses pendewasaan. Mau tak mau, kitapun harus siap. Tiba-tiba, kurasakan telapak tanganku menghangat. Begitu pula hatiku, ketika kulihat Zara menarik tanganku dalam erat genggamannya. “Ayo kita menjadi dewasa bersama,” ujarnya lirih. Kuanggukkan kepala dengan sepenuh hati.
“Sahabat HW
Kita ‘kan selalu bersama
Bergandengan tangan, Melaju bersama
Demi masa depan
Iya, aku sadar bahwa aku sekarang tidak sendirian. Bahkan di belahan dunia lain, pasti ada teman yang juga sedang berjuang, sama seperti kita. Aku menoleh kearah Zara. Perempuan itu hanya tersenyum ketika balas kueratkan genggaman. Ya, duo muslimah ini pasti akan selalu bersama, untuk terus melaju demi meraih masa depan. Zara terus bernyanyi.
“Sahabat HW
Kita ‘kan mengejar impian”
Tentu saja. Adakah orang yang akan terus menggantungkan impiannya di langit angan-angan saja, tanpa berusaha meraihnya? Kalau bagitu, dua adalah pengecut.
“Disini ‘kan lahir pemimpin-pemimpin
Untuk masa depan Indonesia”
“Miris kalau anak jaman sekarang kurang memikirkan nasib bangsanya sendiri. “Kak Mala melenguh. Ia kemudian menghela napas panjang. Ah! Pernyataan tadi benar-benar menusuk hati. Tapi saying, kenyataannya memang seperti itu. Tak terbetik sedikitpun dalam otakku untuk memikirkan nasib bangsa ini, apalagi untuk memperjuangkannya. Egois sekali, bukan? Padahal, ditanah air inilah kita dilahirkan. Bayangkan, jika kita sebagai anak muda dapat berkarya, atau bahkan sampai bisa memimpin bangsa menjadi lebih baik, selain dapat menaikkan derajat bangsa di mata dunia, kita juga bisa menjunjung tinggi-tinggi nama islam.
“Lepaskan ragu
Lepaskan bimbang
Ragu dan bimbang, lebih baik pulang”
Sebelumnya, aku memang merasa ragu, bahkan sempat menginginkan untuk menyerah saja. Tapi, daripada aku pulang dan hanya akan mengecewakan orangtua, aku memilih untuk tetap bertahan, mana mungkin setalah sampai sejauh ini, aku akn menganggap seluruh perjuangan, kenangan, serta perjalanan bersimbah keringat kami semua dalam menimba ilmu, hanya serupa angina lalu! Mana mungkin aku akan membalas bufi atas kebaikan mereka semua yang berjasa dengan menyerah, sedang mereka tidak pernh sekalipun menyerah dalam mendidik kami! Ya Allah, aku merasa bersyukur sekali. Dia masih mengasihi ku, mengirimkan dua hambanya untuk hadir dalam kilas hidupku. Rasanya jika aku mengungkapkan rasa terima kasih seebesar gunung Everest sekalipun, tak akan sebanding dengan usaha Zara dan Kak Mala yang telah mengubah pikiranku yang dangkal ini menjadi lebih luas beberapa langkah ke depan.
Kini, aku telah yakin. Jika ini memang sudah jalan takdirku, maka aku bertekad untuk menjalaninya sampai akhir. Aku tidak akan merasa sendirian lagi, ada banyak teman seperjuangan lain, khususnya sahabt HW-ku yang selalu menemaniku hingga kini. Kami akan bangkit lagi, dan melaju bersama dalam menggapai impian! Allah pasti akan memudahkan jalan menuju syurga babi para hamba-Nya yang menuntut ilmu. Aamiin…
By: Growmwinnda Sukma Azzahra