Oleh Muhammad Thoriqul ‘Ula, S.Pd.I, Pengajar Materi SKI dan Ketua PCPM Tembarak-Selopampang
Sabtu, 24 Februari 2018
Waktu sudah menunjukkan pukul 13.00 WIB pertanda sudah harus berangkat dari Pondok Pesantren Al-Mu’min Muhammadiyah Tembarak Temanggung menuju Bandara Sukarno Hatta. Hujan deras disertai angin masih saja mengerumuni Sikepan, dusun sebelah barat desa Purwodadi, 1 km arah barat dari pondok. Berbeda dengan di pondok yang hanya gerimis saja. Mobil Elf putih sudah terparkir disebelah kiri jalan didepan bangunan kampus 1 yang ungu. satu per satu peserta Student Exchange 2018 Malaysia sudah siap berangkat, hanya satu orang yang belum yaitu saya sendiri yang masih terjebak dalam hujan deras. Tidak mungkin untuk membawa motor ke pondok dengan keadaan hujan seperti ini, apalagi membawa koper dan tas berisikan notebook, sangat jelas tidak mungkin, yang ada malah resiko rusak dan sakit sampai di pondok. Akhirnya sudah diam saja mager dalam rumah “ah luweh men dipethuk( biarlah nanti juga dijemput), kan paspor semua peserta ada di tas saya” berbicara dalam hati sambil cengar cengir tanda kemenangan. Hp berkali-kali berbunyi tanda WA masuk dari ustadz dan ustadzah memberikan kabar segera untuk ke pondok karena sudah ditunggu oleh rombongan. Tetap pada jawaban yang sama, yaitu hujan menghalangi saya untuk ke pondok pakai motor. Dan akhirnya tibalah WA pamungkas dari Ust Tomy bahwa saya akan dijemput ke rumah.
Sesaat ketika mobil berjalan sampai Krajegan, teringat ternyata kamera belum dibawa masih di kampus 1. Pak Hudi drivernya pun kemudian menuju pondok lagi, agar bisa mengambil kamera yang tertinggal (agak kurang cool ya, mungkin prasangka warga pondok mobil sudah langsung berangkat ke bandara, eh ternyata cuma ke Sikepan, dan mampir pondok lagi untuk mengambil kamera hehe). Sampai di pondok ternyata sudah ditunggu kaum isstrumax yang ada dijendela dengan yel-yel khas “oleh-oleh” yah Cuma itu yang saya dengar sambil memasuki mobil untuk kembali berjalan menuju arah Gondang Menggoro. Mobil kembali berjalan tanda meninggalkan pondok untuk menyambut sejarah baru pertukaran pelajar. Sampailah di Jlamprang, 0,5 Km dari pondok, teringat ternyata banner promo untuk di Malaysia tertinggal di pondok. hmmmm lagi-lagi untuk yang kedua kalinya Pak Hudi drivernya kembali ke pondok (sekali lagi gak cool, sudah pamit belum 5 menit sudah balik ke pondok lagi).
Ahad, 25 Februari 2018
Dini hari pukul 02.00 WIB sudah sampai di bandara Suhat, terlalu pagi, masih ada waktu untuk istirahat. Ternyata rombongan SD Aisyiyah Gemolong sudah pukul 11.00 WIB sampai dilokasi, yah sama-sama terlalu pagi.
Pukul 09.15 WIB terbanglah rombongan menuju Kuala Lumpur International Airport. Perjalanan ditempuh selama kurang lebih 2 jam. Ada hal menarik saat tiba di imigrasi bandara KLIA, salah satu peserta putri satu-satunya dari SD Aisyiyah Gemolong dimarahi oleh petugas imigrasi dengan Bahasa Malaysia, itulah awal kita mengenal sosok bernama Qila (begitu kita memanggil). Tapi kemudian bisa dihandle oleh ketua rombongan ustadz Ajuslan Kerubun dari Banyuwangi.
Untuk pertama kalinya kita membelanjakan Ringgit Malaysia untuk membeli kopi dan kue sebagai peganjal perut kami yang sedang kelaparan di KLIA. Bagi saya minum kopi sudah menjadi kewajiban setiap harinya, dan ternyata itu juga berlaku bagi ustadz Makmun Pitoyo. Sama-sama penikmat kopi, kebetulan kopi yang dipesan beliau adalah tanpa gula, jadi ya pahit hehe.
Malam harinya untuk sementara menginap di hotel berlantai 12. Kebetulan saya, Ust Samsul dan Ust Tomy berada di kamar nomor 7. Saat akan naik lift, ternyata antrinya membludak, terpaksalah kami berolahraga membawa koper dan tas naik dari lantai 1 sampai dengan 7, roso.
Sesaat sebelum istirahat kami sempat berkeliling kota Kuala Lumpur di malam hari. Luar biasa paduan panorama malam berhias lampu-lampu gedung megah menjulang keangkasa menjadi pemandangan yang begitu memanjakan mata, terlebih kota Kuala Lumpur yang sangat bersih seakan menyatu membuat kita kagum dengan kebersiha kota ini. Menuju menara kembar Petronas menyempatkan untuk mengabadikan momen. Uniknya siapapun dilarang menggunakan banner untuk berfoto, tapi secara diam-diam dan cepat rombongan dari Pondok Pesantren Al-Mu’min Muhammadiyah, membuka banner dan tidak ada 1 menit sudah jadilah foto berbanner meskipun dilarang hehe. Take a risk.
Senin, 26 Februari 2018
Kumandang adzan subuh selalu menjadi pertanda bahwa hari akan segera dimulai. Tetapi, sesaat mata ingin membuka dan melihat jendela luar, tidak ada suara merdu ini, bahkan suara sayup pun tidak terdengar dari kamar hotel. Sungguh kita merindukan adzan, merindukan suara yang selalu memecah keheningan, suara pertanda untuk sujud kepadaNya.
Pagi harinya rombongan sudah menuju kawasan Pasar Seni. Pasar yang menjual berbagai pernak pernik kesenian. Hanya bermodal potongan kayu berbentuk bulat dan lonjong dan keahlian menulis indah, sudah menghasilkan gantungan kunci yang unik. Itulah salah satu penjual yang saya temui. Bermodal kreatifitas berpenghasilan lebih, from nothing to be something.
Selanjutnya ketemu dengan kota tua Malaka, yah Malaka. Tempat dulu Alfonso D’Alburqueque mendaratkan pasukannya, yang masih bisa terlihat bentuk benteng, meriam, gereja, gedung perkantorannya serta kapal yang berdiri megah menjadi saksi bisu keperkasaan bangsa Portugis dalam menjajah wilayah di Semenanjung Malaya. Sesaat kemudian masuk pasar Malaka, banyak menjual segala pernak pernik Malaka, yang lucu adalah saat melihat ada orang pembeli yang sedang berbisik bisik ingin menawar harga. Saya dengarkan dengan detail, loh bahasa Jawa. Saya tanya “ sangking pundi to mbak?” jawabnya “Klaten mas”, lah-lah Klaten, jauh-jauh ke Malaka ketemunya orang klaten juga.
Malam harinya kita bertemu dengan indahnya tepi sungai Muar. Jembatan megah berdiri kokoh melintasi sungai, seakan tidak mau kalah dengan keperkasaan Sungai Muar. Suasana santai mewarnai malam hari dengan hidangan nasi goreng ayam serta kopi “o”, atau kalau di Indonesia adalah kopi hitam, di café black coffe, di rumah saya wedang bubuk.
Selasa, 27 Februari 2018
Hari pertama di Dato’ Sri Amar Diraja Muar, Johor. Tetapi sebelumnya, rombongan mampir ke tepian sungai Muar yang indahnya bak hamparan permadani putih, tersinari mentari yang memantulkan cahayanya menambah cantiknya kebanggan kota Muar ini. Angin semilir dan burung-burung berterbangan kesana kemari menambah romantisnya Sungai Muar, sangat cocok datang ke sini dengan orang-orang terkasih hehe.
Kembali ke sekolah, penyambutan yang luar biasa bahkan dengan tarian zapin. Tarian yang bisa saya jelaskan ke anak-anak kelas 9, tapi sekarang saya melihat langsung keelokan tariannya tersebut. Tidak kalah unik pembawa acara yang selalu menyelipkan pantun melayu dalam membawakan acara demi acara, unik.
Tidak disangka ternyata cikgu-cikgu di sana moyangnya berasal dari Jawa, sehingga tidak heran bisa berkata bahasa Jawa. Lucu, unik, geli melihat logat Malaysia mengucapkan bahasa Jawa. Yah ternyata satu keturunan, yaitu Suku Jawa.
Malam harinya ada acara makan malam dengan Datuk Ismail, Pejabat Pendidikan Daerah Muar. Bukan makanan, minuman, atau pembahasan yang menarik pada acara tersebut. Tetapi adanya kepala sekolah SD yang juga datang yaitu puan Nur Zakiyah dengan putrinya Nur Hasanah. yang menjadi daya tarik adalah ternyata puan Nur Zakiyatul itu buyutnya orang Kebumen Jawa Tengah. Tidak heran ngomong jawanya begitu fasih, tetapi dengan logat Malaysia. Hanya saja dengan bahasa Jawa yang buka kromo inggil seperti, endas, piro, nang endi dsb. Nuansa akrab penuh kekeluargaan begitu terasa, apalagi dengan obrolan menggunakan bahasa Jawa yang memang digunakan kita dirumah sehari-hari. Tidak terasa jarak hanya memisahkan jasad tetapi perasaan begitu dekat dengan orang sekitar.
Rabu, 28 Februari 2018
Bang Azmi (kalau saya menyebutnya dengan nama Pak Ogah karena berkepala plontos mirip Pak Ogah dalam serial Si Unyil) membawa rombongan ke kedai makan untuk sarapan pagi. Apa yang disajikan menarik saat itu. Yaitu roti maryam berkuahkan kaldu ayam. Hmmmm bagaimana kira-kira kombinasi rasanya. Kalau boleh saya menyebut itu lebih mirip makan Mie Instan rasa kaldu ayam hehe. yah terpaksa air putih kosong saja yang saya pesen disamping teman-teman rombongan yang lain ada yang makan nasi kucing dan kopi “o”. Dan selama di Malaysia, saya hanya mendengar 7 klakson mobil, 4 di antaranya berasal dari Bang Azmi. Di Malaysia membunyikan klakson adalah hal yang tidak sopan(tidak beradab).
Hari ini rombongan berkunjung ke 3 tempat, SMK Dato’ Sri Amar Diraja, SMK Tun Dr Ismail dan PPD Muar (Pejabat Pendidikan Daerah). Melelahkan, pastinya. Tetapi, apa yang kita dapatkan adalah sesuatu yang sangat berharga. SMK Tun dr Ismail adalah sekolah dengan keunggulan pertaniannya, terutama tanaman cabainya. Area tanam sempit tapi bisa menghasilkan hampir setengah ton cabai. Serta cara penyemprotan yang terbilang kreatif membuat semakin takjub dengan teknologi sederhana yang diterapkan di sekolah ini. Ada hal menarik saat penyambutan di SMK Tun Dr Ismail ini, saat semua rombongan disambut di aula, ternyata Bang Judika (Ustadz Ajuslan hehe) ngantuk berat, mata memerah karena menahan kantuk yang sangat luar biasa membuat saya dan Ust Tomy tertawa melihat Bang Judika ini. Tidak berhenti disitu saja, hal menarik lainnya adalah kita lagi-lagi ketemu dengan orang Jawa lagi. Ya ternyata peramu saji atau pelayan di kantin sekolah ini adalah orang Pacitan dan Gunung Kidul, hmmm jauh-jauh ke Malaysia ketemunya juga orang Jawa hehe.
Malam harinya untuk menghilangkan lelah, kita berjalan-jalan untuk melihat kehidupan malam Muar. Yang pertama kali kita datangi adalah pasar. Yah untuk memenuhi hasrat belanja hehe. Saya sendiri membeli baju hem dan celana yang ternyata kalau dirupiahkan lebih murah dibanding dengan harga di sini, apalagi di Temanggung yang terkenal mahalnya. Satu barang lagi yang memang saya sengaja beli di sana, yaitu lem lalat. Cuma ingin membuktikan lem lalat Malaysia itu ampuh tidak dengan yang buatan sini, atau malah sebaliknya. Kita tunggu jawabannya hehe.
Perjalanan dilanjutkan mendatangi tepi sungai Muar yang ternyata lebih eksotis malam hari dibanding siang hari. Suasana semilir sejuk angin dari sungai, ditambah panorama membentang gemerlap cahaya kota Muar serta taman-taman yang berhiaskan lampu warna warni membuat tempat ini 180 derajat berbeda dengan siang hari. Tidak heran banyak kaum muda mudi yang menghabiskan malam harinya untuk bercengkerama di sini. Bahkan yang sudah kakek nenek pun ada yang duduk berdua makan bareng di sini, so sweet hehe. Itulah sungai Muar dengan segala yang membiuskan.
Kamis, 01 Maret 2018
Hari terakhir di Malaysia, rombongan sudah bersiap semenjak sebelum subuh. Seperti pada umumnya kita berpisah di sekolah dengan berbagai adat dan istiadat yang kita ikuti. Tetapi yang membuat terkesan adalah kita mendapatkan kenang-kenangan berupa foto kita selama di sekolah, bahkan saya sendiri herman (heran maksudnya hehe) foto saya ada yang saat difoto itu hanya menggunakan kamera hp. Kejutan yang luar biasa. Dilanjutakan kemudian perjalanan ke Singapura. Bagi saya ini merupakan pengalaman pertama. Masuk ke Sinagpura yang super ketat pengawasannya, bahkan saat diimigrasi sempat masuk ke ruang khusus yang penuh dengan petugas. Mungkin dikira kita terroris karena berjenggot dan celana cingkrang hehe. Dan ternyata kejadian itu terulang juga saat di Changi Airport. Petugas yang mendatangai saya pun malah bersenjata lengkap, menanyakan perihal tujuan dan penerbangan, apa lagi-lagi kita dikira teroris ya. Singapura dengan gemerlap pesona wisatanya menyimpan sejuta rahasia. Rahasia yang bagi seorang muslim akan merasa tidak nyaman. Tentang makanan, tentang tempat ibadah, pergaulan dan sebagainya. Karena selama di Singapura saya berpuasa, tidak membeli makan atau minum, karena memang dalam hati kecil tidak nyaman dan perlu menjaga diri dari makanan yang haram.
Penggalan-penggalan kisah di atas merupakan sisi lain dari Student Exchange Malaysia 2018. Sisi yang tidak terlihat dari kaca mata biasa, sisi luar dari pakem kegiatan. Semoga Bermanfaat.